[Book Review] Kevin: Belenggu Masa Lalu

 Hai!

Apparently I posted more than one blog in a month...surprising, isn't it? Haha!

Hari Senin kemarin, aku mulai baca lagi, nih.. sebuah buku yang ditulis oleh Torey Hayden. Buku ini sudah kubeli dari bulan-bulan lalu deh, kalau nggak salah... tapi baru mulai dibaca sekarang, hahah. 

Anyways, aku beli buku ini dari toko @bukunesia di Instagram yang jual buku-buku preloved dengan kondisi yang baik dan harga sangat terjangkau! Waktu itu aku beli tiga buku, dan ketiga buku itu kondisinya sangat baik + sudah tersampul juga :D

Okay, mari kita masuk ke buku ini, ya!



aku nggak menemukan foto kualitas tinggi untuk cover buku ini di internet, nih, jadi pakai foto pribadi yang kuambil saja ya :D


RINGKASAN

"Namaku Torey. Kamu ingat ibu Wendolowski berkata, seseorang akan datang untuk menolongmu? Inilah aku. Aku Torey dan aku menolong orang yang kesulitan berbicara."

(hlm. 15)


Ini kedua kalinya aku baca buku karya Torey Hayden, seorang pakar psikologi pendidikan serta guru bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam buku ini, Torey menuliskan pengalamannya menangani Kevin, seorang remaja berusia 15 tahun yang selama empat tahun terakhir tinggal di lembaga perawatan mental Garson Gayer dan seharusnya sudah keluar dari lembaga tersebut sejak satu tahun lalu. Kabarnya, Kevin diserahkan secara sukarela oleh orangtuanya sehingga ia tidak memiliki pilihan selain tinggal di sana. 

Di Garson Gayer, Kevin memiliki julukan 'Si Anak Kandang'. Ia memiliki ketakutan kronis untuk bertemu orang lain, dan merasa tempat paling aman baginya adalah di bawah meja dan dibalik kursi-kursi yang berjejer sehingga praktis menyembunyikan tubuhnya yang jangkung. Kevin juga memiliki gangguan emosional 'mutisme-selektif', yaitu sebuah kondisi yang biasanya terjadi pada anak-anak dimana mereka secara fisik bisa berbicara namun menolak untuk melakukannya karena suatu alasan psikologis. 


"Namanya Kevin Richter, walau sepertinya tak ada yang memanggilnya Kevin. Dia mendapat julukannya karena ia menghabiskan seluruh waktu meleknya di bawah meja, dengan kursi dijajarkan di sekeliling meja hingga ia merasa aman dalam lindungan penghalang kaki-kaki meja dan kursi. Di situlah dia duduk, kadang sambil bergoyang, makan, mengerjakan PR-nya, melihat TV. Di situ dia tinggal dalam kandang yang dibuatnya sendiri."

(hlm. 23-24)


Nggak jelas kapan dan dengan siapa Kevin terakhir kali berbicara. Keluarganya sendiri nggak mengingat betul kapan pastinya, karena menurut mereka, secara tiba-tiba saja Kevin berhenti berbicara. Riwayat hidup dan latarbelakang Kevin pun nggak tercatat dengan jelas di Garson Gayer, seakan-akan ia anak yang nggak punya masa kecil. Karenanya, nggak ada catatan yang cukup kuat bagi Torey untuk memastikan apakah Kevin memang bisa berbicara atau sebenarnya nggak bisa.


"Saat aku berdiri di sana, pikiranku hampir-hampir kosong. Aku hanya memandangnya tanpa ada kesadaran apa pun di dalam kepalaku. Dia anak yang sudah besar. Telanjang hanya dengan bercelana dalam, aku bisa melihat betapa kurusnya dia. Kulitnya kotor dan berdaki. Dia jelas pernah mengalami penyiksaan. Aku bisa melihat semua bekas luka kecil akibat sabetan kabel lampu dan sundutan rokok. Memenuhi punggungnya hingga ke kakinya seperti bekas gigitan kuku."

(hlm. 81)


Menariknya, Kevin menunjukkan sikap yang jelas bahwa ia ingin kembali berbicara. Hal ini jarang ditemui Torey pada anak-anak dengan kondisi mutisme-selektif yang biasanya menampakkan keengganan yang besar untuk berbicara. Bahkan, nggak sampai 100 halaman pertama dalam buku ini, Kevin mulai berbicara lagi.


"Benar-benar kerja yang berat tadi, ya?" kataku. "Kamu mestinya benar-benar kelelahan."

"Ho," katanya, dan aku bisa mendengarnya mengulang-ulang suara itu beberapa kali. 

"Ho, ho. Aku...," katanya, "Aku, aku tidak....ho....Aku tidak mengira akan bisa melakukannya. Huuh. Waaaaah." 

Suaranya meretas keluar dari tenggorokan. "Aku tidak mengira akan pernah bisa melakukannya lagi," dia berkata lembut dari balik lengannya. "Aku kira aku tidak akan pernah melakukannya."

(hlm. 89)


Setelah membaca bagian itu, aku baru menyadari sesuatu. Fokus utama dalam buku ini bukanlah mengenai perjuangan Torey membuat Kevin berbicara lagi--lebih dalam dari itu, buku ini bercerita tentang latarbelakang Kevin dan segala ketakutan-ketakutannya, Kevin yang membenci dirinya sendiri dan ingin menjadi orang lain yang ia bangun dalam pikirannya, Kevin yang terjebak dalam masa lalu sehingga kerap kali nggak bisa membedakan masa kini dan masa lalu, serta pribadi Kevin sesungguhnya yang tertimbun kebisuan dan akhirnya bangkit, yang membuatnya menjadi monster yang membahayakan. Seorang remaja yang terobsesi oleh kekerasan, tenggelam dalam amarah dan kebencian serta pikiran untuk membunuh ayah tirinya.


"Kenapa kamu melakukannya, Kev?" Aku bertanya. "Kenapa kamu memutuskan untuk bicara sekarang?"

"Karena kamu menginginkannya."

Aku menggelengkan kepalaku. Bibirnya bergetar. Dia memandang ke bawah pada buku gambar. "Yah, karena kupikir sudah saatnya."

"Kenapa?"

"Karena aku tahu jika aku tidak bicara, mereka tidak akan pernah mengeluarkanku dari sini. Dan aku tahu, jika aku tidak pernah keluar dari sini, aku..."

"Tidak akan pernah bisa membunuhnya?"

Kebisuan di antara kami mengeras seperti granit. Jika aku bisa menggapainya, aku yakin akan bisa menyentuhnya.

Kemudian dia mengangguk. "Ya. Aku tidak akan pernah bisa membunuhnya."

(hlm. 185)

KOMENTAR

Dengan genre Biography, buku ini memiliki 612 halaman dan pertama kali diterbitkan pada tahun 1983. Buku yang kubaca adalah buku yang diterbitkan oleh Qanita pada tahun 2004. Ini buku terjemahan kedua milik Torey Hayden yang sudah kubaca, dan sama seperti pengalaman pertamaku membaca buku milik Torey, aku sangat suka dengan cerita dan gaya bahasanya! Karena yang kubaca adalah buku terjemahan, jadi aku ingin mengapresiasi penerjemah buku ini karena sukses menerjemahkan buku ini dengan baik. :D

Gaya bahasa yang digunakan sangat ringan dan santai. Salah satu hal yang kusuka dari bacaan milik Torey adalah kisahnya yang cukup sederhana tapi di saat yang sama juga sangat berkesan. Buku ini juga mengajarkan aku beberapa istilah dan kondisi dalam dunia psikologi, serta gambaran praktik di lapangan mengenai bagaimana menangani anak berkebutuhan khusus. Aku juga suka humor-humor tersirat yang dilontarkan Torey, semacam 'masuk' banget sama humorku, haha. 

Saat awal membaca buku ini mungkin akan terkesan 'seram', karena pribadi yang dimiliki Kevin akibat segala kejadian traumatis yang ia dapatkan. Apalagi, aku juga bisa ikut merasakan ketakutan Torey setiapkali ia datang ke Garson Gayer untuk menjalani sesi terapi bersama Kevin di dalam ruangan yang kemudian akan dikunci dari luar oleh salah satu perawat di sana sampai sesi tersebut selesai. Tapi, lambat laun buku ini semakin menunjukkan sisi heartwarming-nya. Torey yang awalnya memiliki ketakutan sendiri saat bertemu Kevin, lambat laun menumbuhkan rasa sayangnya pada remaja itu--dan hal ini terjadi juga padaku sebagai pembaca. Aku juga bisa lihat ikatan istimewa yang terbentuk di antara Torey dan Kevin. Dalam buku ini, sebenarnya Kevin dan Torey pernah terpisahkan selama dua kali namun pada akhirnya mereka selalu menemukan cara untuk bersama lagi. Seakan-akan, Kevin memang membutuhkan Torey dan Torey memang ditakdirkan untuk membantu Kevin sampai akhir.


"Kamu tahu?" katanya perlahan.

"Apa itu?"

"Aku tahu kamu akan datang. Aku tahu kamu pasti datang. Aku terus berdoa dan berdoa kamu akan kembali. Aku terus berpikir, kalau Tuhan memang ada, tolonglah dengarkan aku. Tolong kabulkan yang satu ini untukku. Aku akan lakukan apa pun yang kamu minta, kalau saja Tuhan membawa kamu kembali."

Aku duduk terdiam.

"Aku tahu kamu akan datang. Aku tahu kamu tidak akan membiarkanku seperti ini. Kamu tidak akan benar-benar meninggalkanku."

(hlm. 505)


Untuk kalian yang tertarik pada dunia psikologi, pendidikan maupun anak-anak, wajib banget baca buku ini atau karya lainnya milik Torey Hayden. Atau kalian yang nggak tertarik pada dunia itu tapi ingin membaca buku nonfiksi yang baik dan nggak membosankan, buku ini adalah jawabannya. I can't tell you guys enough how much i love her books! Semoga suatu hari nanti aku bisa bertemu Torey dan mendengarkan kisah-kisahnya secara langsung, huhuhu.. it's clear that she's one of my favorite writers. <3 

Oke, mungkin itu dulu. See you on the next post!

Rate : 🐇🐇🐇🐇🐇

Stay kind, stay happy!

a.h.m.🐇
Jakarta, Indonesia
Desember 2020
14:39

Song Recommendation: Lonesome Town by Ricky Nelson 💛










Comments